Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Profil

Ansyaad Mbai

Profil Ansyaad Mbai, Berita Terbaru Terkini | Merdeka.com

Melihat senyumnya yang begitu ramah dan bersahabat, rasanya hampir tak bisa dipercaya bahwa pria kelahiran Buton, Sulawesi Tenggara ini adalah pria yang setiap hari berperang dengan dua kejahatan paling mengancam di muka bumi, terorisme dan narkoba. Menjabat sebagai Wakil Kepala Pelaksana Harian Badan Narkotika Nasional sekaligus Kepala Desk Koordinasi Pemberantasan Terorisme Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, tak berarti Ansyaad Mbai adalah sosok yang menakutkan, walau tetap berkharisma dan tegas.

Putra pasangan Laode Mbai dan Waode Bariah ini memang tak pantas dipandang sebelah mata. Sejumlah jabatan, keahlian, dan prestasinya membuktikan sosoknya yang tak kenal lelah memberantas terorisme dan narkoba, demi membawa Indonesia menuju stabilitas keamanan dan kesejahteraan. Lebih dari dua pertiga hidupnya didedikasikan pada dunia kepolisian dan militer, yang dilaksanakannya dengan tanggung jawab dan integritas tinggi.

Diawali dengan pendidikan di Akabri Kepolisian di tahun 1973, Ansyaad mulai melangkah dengan tegap di panggung kepolisian. Setelah lulus, Ansyaad pun tak lantas berpuas diri. Pria yang gemar bermain golf dan jetski ini juga menempuh pendidikan di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian, Sekolah Staf dan Pimpinan Kepolisian, bahkan terbang jauh ke Jepang demi menuntut ilmu di Advance Course For Senior Pol ADM. Sekolah Komando ABRI juga pernah dicicipinya, memberinya lebih banyak ilmu dan pengalaman yang digunakannya sepanjang karir.

Pendidikan yang ditempuh ayah tiga anak ini tak sia-sia. Daftar panjang karir di dunia kepolisian menyertainya, yang dimulai di Pontianak dan Jawa Tengah. Ansyaad sempat menjabat sebagai Kepala Polresta Pontianak di tahun 1991 sampai 1996. Pria ini juga duduk di kursi Kepala Direktorat Reserse Polda Jawa Tengah (1996-1999), yang dilanjutkan dengan jabatan Wakil Kepala Polda Jawa Tengah (1999).  Sebagai salah satu alumnus, Ansyaad kembali ke Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian dan menjabat sebagai Wakil Gubernur.

Karir cemerlangnya di daerah membawa Anysaad ke ranah yang lebih besar dan menantang. Pada 1999, suami Sumarni ini ditarik ke Mabes Polri dan menjabat sebagai Direktur Reserse Umum Polri. Karirnya di Mabes Polri semakin menanjak, dengan beberapa jabatan yang pernah disandangnya, Direktur Reserse Umum Polri (1999-2000), Wakil Kepala Korps Reserse Polri (2000-2001), dan Asisten Intel Kapolri (2001). Menjelang masa purnawirawan, Ansyaad menjabat sebagai Kepala Polda Sumatera Utara sejak tahun 2002.

Masa senja tak menghalangi langkahnya memberantas kejahatan. Ansyaad bergabung dengan Badan Narkotika Nasional dan menjabat sebagai Wakil Kepala Pelaksana Harian, sekaligus Kepala Desk Koordinasi Pemberantasan Terorisme Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan. 

Alih-alih makin meredup, kecemerlangan Sang Purnawirawan justru semakin terlihat dalam dua wadah ini. Namanya tercatat sebagai salah satu pihak yang berhasil menorehkan prestasi luar biasa bagi, tak hanya bagi para penegak hukum, namun juga Indonesia secara umum. Dua kasus besar berhasil dituntaskannya di bidang pemberantasan teroris dan narkoba, yang membuat namanya semakin disorot dan berpengaruh.

Dipimpin oleh Ansyaad, Detasemen 88/Antiteror Mabes Polri berhasil menembak mati salah satu buronan teroris yang disebut sebagai Demolition man, Dr Azahari bin Husin. Peperangan melawan teroris ini tak bisa dianggap mudah, karena tim Detasemen harus melakukan pengintaian jangka panjang, yang diakhiri dengan penggrebekan sebuah rumah di Jl. Flamboyan Raya, Kota Batu, Jawa Timur demi melumpuhkan sang buronan.

Prestasi membanggakan juga ditunjukkannya dalam memberantas narkoba. Bersama tim gabungan Mabes Polri, BNN, Bea Cukai dan Polda Banten, pria ini berhasil melumpuhkan sebuah pabrik ekstasi berskala raksasa (terbesar ketiga di dunia setelah Fiji dan China) di Jl. Raya Cikande KM 18, Serang, Banten setelah melakukan pengintaian penuh kesabaran selama tujuh bulan.

Walau mendapat penghargaan tinggi dari Presiden Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono, tak bisa dipungkiri bahwa kiprah Ansyaad, terutama dalam memberantas terorisme, kerap mendapat perlawanan dari oknum-oknum atau organisasi tertentu. Ansyaad dikenal sebagai sosok yang tak pernah puas. Keberhasilan yang diraihnya tak menghentikan usahanya menghukum para teroris yang mengancam keamanan negeri. 

Pria ini juga sering disorot karena tekadnya yang kontroversial, namun juga bisa dibaca sebagai ketegasan, dalam memberantas teroris. Salah satunya adalah campur tangannya dalam proses Amandemen UU Anti Terorisme, yang dinilainya terlalu lembek jika dibandingkan negara tetangga, termasuk Filipina, Malaysia, Singapura dan Australia.

Salah satu usulan yang disampaikan Ansyaad adalah penambahan masa penahanan dan penangkapan teroris, yang sayangnya ditentang oleh beberapa pihak, seperti LSM HAM, Kontras dan Imparsial. Usulan Ansyaad untuk membentuk Badan Penanggulangan Terorisme juga ditentang, karena dianggap sebagai pengembangan DKPT (Desk Koordinasi Pemberantasan Terorisme), yang dianggap turut andil dalam menciptakan stigma teroris pada kelompok-kelompok Islam.

Riset dan Analisa oleh: Ellyana Mayasari

Profil

  • Nama Lengkap

    Inspektur Jenderal Ansyaad Mbai

  • Alias

    No Alias

  • Agama

    Islam

  • Tempat Lahir

    Buton, Sulawesi Tenggara

  • Tanggal Lahir

    1948-06-02

  • Zodiak

    Gemini

  • Warga Negara

    Indonesia

  • Biografi

    Melihat senyumnya yang begitu ramah dan bersahabat, rasanya hampir tak bisa dipercaya bahwa pria kelahiran Buton, Sulawesi Tenggara ini adalah pria yang setiap hari berperang dengan dua kejahatan paling mengancam di muka bumi, terorisme dan narkoba. Menjabat sebagai Wakil Kepala Pelaksana Harian Badan Narkotika Nasional sekaligus Kepala Desk Koordinasi Pemberantasan Terorisme Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, tak berarti Ansyaad Mbai adalah sosok yang menakutkan, walau tetap berkharisma dan tegas.

    Putra pasangan Laode Mbai dan Waode Bariah ini memang tak pantas dipandang sebelah mata. Sejumlah jabatan, keahlian, dan prestasinya membuktikan sosoknya yang tak kenal lelah memberantas terorisme dan narkoba, demi membawa Indonesia menuju stabilitas keamanan dan kesejahteraan. Lebih dari dua pertiga hidupnya didedikasikan pada dunia kepolisian dan militer, yang dilaksanakannya dengan tanggung jawab dan integritas tinggi.

    Diawali dengan pendidikan di Akabri Kepolisian di tahun 1973, Ansyaad mulai melangkah dengan tegap di panggung kepolisian. Setelah lulus, Ansyaad pun tak lantas berpuas diri. Pria yang gemar bermain golf dan jetski ini juga menempuh pendidikan di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian, Sekolah Staf dan Pimpinan Kepolisian, bahkan terbang jauh ke Jepang demi menuntut ilmu di Advance Course For Senior Pol ADM. Sekolah Komando ABRI juga pernah dicicipinya, memberinya lebih banyak ilmu dan pengalaman yang digunakannya sepanjang karir.

    Pendidikan yang ditempuh ayah tiga anak ini tak sia-sia. Daftar panjang karir di dunia kepolisian menyertainya, yang dimulai di Pontianak dan Jawa Tengah. Ansyaad sempat menjabat sebagai Kepala Polresta Pontianak di tahun 1991 sampai 1996. Pria ini juga duduk di kursi Kepala Direktorat Reserse Polda Jawa Tengah (1996-1999), yang dilanjutkan dengan jabatan Wakil Kepala Polda Jawa Tengah (1999).  Sebagai salah satu alumnus, Ansyaad kembali ke Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian dan menjabat sebagai Wakil Gubernur.

    Karir cemerlangnya di daerah membawa Anysaad ke ranah yang lebih besar dan menantang. Pada 1999, suami Sumarni ini ditarik ke Mabes Polri dan menjabat sebagai Direktur Reserse Umum Polri. Karirnya di Mabes Polri semakin menanjak, dengan beberapa jabatan yang pernah disandangnya, Direktur Reserse Umum Polri (1999-2000), Wakil Kepala Korps Reserse Polri (2000-2001), dan Asisten Intel Kapolri (2001). Menjelang masa purnawirawan, Ansyaad menjabat sebagai Kepala Polda Sumatera Utara sejak tahun 2002.

    Masa senja tak menghalangi langkahnya memberantas kejahatan. Ansyaad bergabung dengan Badan Narkotika Nasional dan menjabat sebagai Wakil Kepala Pelaksana Harian, sekaligus Kepala Desk Koordinasi Pemberantasan Terorisme Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan. 

    Alih-alih makin meredup, kecemerlangan Sang Purnawirawan justru semakin terlihat dalam dua wadah ini. Namanya tercatat sebagai salah satu pihak yang berhasil menorehkan prestasi luar biasa bagi, tak hanya bagi para penegak hukum, namun juga Indonesia secara umum. Dua kasus besar berhasil dituntaskannya di bidang pemberantasan teroris dan narkoba, yang membuat namanya semakin disorot dan berpengaruh.

    Dipimpin oleh Ansyaad, Detasemen 88/Antiteror Mabes Polri berhasil menembak mati salah satu buronan teroris yang disebut sebagai Demolition man, Dr Azahari bin Husin. Peperangan melawan teroris ini tak bisa dianggap mudah, karena tim Detasemen harus melakukan pengintaian jangka panjang, yang diakhiri dengan penggrebekan sebuah rumah di Jl. Flamboyan Raya, Kota Batu, Jawa Timur demi melumpuhkan sang buronan.

    Prestasi membanggakan juga ditunjukkannya dalam memberantas narkoba. Bersama tim gabungan Mabes Polri, BNN, Bea Cukai dan Polda Banten, pria ini berhasil melumpuhkan sebuah pabrik ekstasi berskala raksasa (terbesar ketiga di dunia setelah Fiji dan China) di Jl. Raya Cikande KM 18, Serang, Banten setelah melakukan pengintaian penuh kesabaran selama tujuh bulan.

    Walau mendapat penghargaan tinggi dari Presiden Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono, tak bisa dipungkiri bahwa kiprah Ansyaad, terutama dalam memberantas terorisme, kerap mendapat perlawanan dari oknum-oknum atau organisasi tertentu. Ansyaad dikenal sebagai sosok yang tak pernah puas. Keberhasilan yang diraihnya tak menghentikan usahanya menghukum para teroris yang mengancam keamanan negeri. 

    Pria ini juga sering disorot karena tekadnya yang kontroversial, namun juga bisa dibaca sebagai ketegasan, dalam memberantas teroris. Salah satunya adalah campur tangannya dalam proses Amandemen UU Anti Terorisme, yang dinilainya terlalu lembek jika dibandingkan negara tetangga, termasuk Filipina, Malaysia, Singapura dan Australia.

    Salah satu usulan yang disampaikan Ansyaad adalah penambahan masa penahanan dan penangkapan teroris, yang sayangnya ditentang oleh beberapa pihak, seperti LSM HAM, Kontras dan Imparsial. Usulan Ansyaad untuk membentuk Badan Penanggulangan Terorisme juga ditentang, karena dianggap sebagai pengembangan DKPT (Desk Koordinasi Pemberantasan Terorisme), yang dianggap turut andil dalam menciptakan stigma teroris pada kelompok-kelompok Islam.

    Riset dan Analisa oleh: Ellyana Mayasari

  • Pendidikan

    • Akabri Kepolisian (1973)
    • Kursus Singkat Reserse (1975)
    • Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (1981)
    • Sekolah Staf dan Pimpinan Kepolisian (1987-1988)
    • Advance Course For Senior Pol ADM, Tokyo (1989)
    • Sekolah Komando ABRI (1995)

  • Karir

    • Kepala Polresta Pontianak (1991-1996)
    • Kepala Direktorat Reserse Polda Jawa Tengah (1996-1999)
    • Wakil Kepala Polda Jawa Tengah (1999)
    • Wakil Gubernur Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian
    • Direktur Reserse Umum Polri (1999-2000)
    • Wakil Kepala Korps Reserse Polri (2000-2001)
    • Asisten Intel Kapolri (2001)
    • Kepala Polda Sumatera Utara (2002)
    • Wakil Kepala Pelaksana Harian Badan Narkotika Nasional (2001 - sekarang)
    • Kepala Desk Koordinasi Pemberantasan Terorisme Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (2001 - sekarang)
    • Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT)

  • Penghargaan

    • Brevet Penerjun dari Polri,
    • Brevet Penyidik dari Koserse Polri
    • Brevet Brimob dari Dan Kor Brimob
    • Satya Lencana Kesetiaan 8 Tahun, 16 Tahun, dan 24 Tahun
    • Satya Lencana Dwidya Sistha
    • Satya Lencana Kestria Tamtama
    • Satya Lencana Karya Bhakti
    • Bintang Bhayangkara Nararya
    • Bintang Bhayangkara Pratama.

Geser ke atas Berita Selanjutnya