Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Profil

Mohamad Laica Marzuki

Profil Mohamad Laica Marzuki, Berita Terbaru Terkini | Merdeka.com

Sulit untuk memisahkan hukum dan M. Laica Marzuki. Pakar hukum administrasi dan tata negara ini sudah berkecimpung dalam dunia hakim dan hukum bahkan sebelum lulus pendidikan tinggi tingkat sarjana dengan menjadi Jaksa Muda di Kejaksaan Negeri Sungguminasa, Sulawesi Selatan. Dari awal karir pada 1961 ini, hingga nanti mencapai puncak sebagai Hakim Konstitusi di lembaga pengadilan tertinggi di Indonesia, Mahkamah Agung, Laica Marzuki telah membaktikan prestasi dan menyumbangkan segenap bulir pikirnya selama lebih kurang setengah abad di dunia kehakiman dan hukum Indonesia.

Periode awal dari karir hakim kelahiran Tekolampe, Sinjai, Sulawesi Selatan ini dimatangkan dengan berbagai jabatan. Selain sempat menjabat sebagai General Manager Indonesia Pearl Company Ltd., Laica Marzuki juga sempat bertindak sebagai kuasa hukum mewakili beberapa perusahaan besar di Indonesia seperti PT Perkebunan Nusantara XIV Persero, Foster Parents Plan International, PT Siemens Telecomunication Project Office Makassar, dan berbagai perusahaan swasta maupun negeri lainnya.

Juga aktif melayani kebutuhan hukum masyarakat dengan bertindak selaku pengacara swasta dalam berbagai lembaga bantuan hukum, Laica Marzuki juga turut andil dalam memajukan pendidikan hukum dengan aktif menjadi pengajar sekaligus pejabat akademik di beberapa universitas, termasuk almamaternya sendiri, Universitas Hasanuddin Makassar.

Sempat memperdalam ilmu hukum melalui dua program pendek di pusat ilmu hukum dunia, Leiden dan Utrecht, Belanda, kepakaran hakim sekaligus penikmat karya sastra ini banyak dimanfaatkan pemerintah daerah setempat, baik sebagai kuasa hukum maupun berbagai kekhususan setingkat dewan pakar, seperti Pengarah, Penyusun dan atau Penasehat.

Selalu berpedoman pada prinsipnya sendiri bahwa keadilan bagi rakyat kecil selalu bermakna keadilan bagi semua orang, tidak heran wujud konsistensi kinerja dan kepedulian Laica Marzuki membuat masyarakat mempercayakan jabatan tertinggi kehakiman Indonesia, Hakim Agung Mahkamah Agung pada 2000 silam. Tiga tahun menjabat posisi tersebut, dan berdasar rekomendasi Mahkamah Agung sendiri, Mohammad Laica Marzuki dilantik sebagai Hakim Konstitusi pada Mahkamah Konstitusi Indonesia.

Sekitar 2012 lalu, nama Laica Marzuki sempat muncul dalam banyak lansiran media nasional Indonesia terkait masalah penghapusan penerapan poin 8 dan 10  Surat Keputusan Bersama Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) oleh Mahkamah Agung. Mengenai hal ini, Marzuki menyatakan butir Kode Etik dimaksud tidak bisa diuji materi dan tidak termasuk dalam perundang-undangan.

Lanjutan penjelasan Marzuki menyebut tiga cacat Mahkamah Agung terkait putusan tersebut, mengadili kebijakan, mengadili pemohon yang tidak berstatus legal standing, dan, mengadili dirinya sendiri. Terkait cacat ketiga, mantan Hakim Agung ini menegaskan kembali bahwa tidak diijinkan sebuah lembaga yudikatif mengadili perkara yang terkait dan atau bersangkutan dengan institusinya sendiri.

Riset dan analisis: Mochamad Nasrul Chotib

Profil

  • Nama Lengkap

    Dr. H. Mohamad Laica Marzuki SH

  • Alias

    Laica

  • Agama

    Islam

  • Tempat Lahir

    Sinjai, Sulawesi Selatan.

  • Tanggal Lahir

    1941-05-05

  • Zodiak

    Taurus

  • Warga Negara

    Indonesia

  • Istri

    Hj. Nurbaya Laica

  • Biografi

    Sulit untuk memisahkan hukum dan M. Laica Marzuki. Pakar hukum administrasi dan tata negara ini sudah berkecimpung dalam dunia hakim dan hukum bahkan sebelum lulus pendidikan tinggi tingkat sarjana dengan menjadi Jaksa Muda di Kejaksaan Negeri Sungguminasa, Sulawesi Selatan. Dari awal karir pada 1961 ini, hingga nanti mencapai puncak sebagai Hakim Konstitusi di lembaga pengadilan tertinggi di Indonesia, Mahkamah Agung, Laica Marzuki telah membaktikan prestasi dan menyumbangkan segenap bulir pikirnya selama lebih kurang setengah abad di dunia kehakiman dan hukum Indonesia.

    Periode awal dari karir hakim kelahiran Tekolampe, Sinjai, Sulawesi Selatan ini dimatangkan dengan berbagai jabatan. Selain sempat menjabat sebagai General Manager Indonesia Pearl Company Ltd., Laica Marzuki juga sempat bertindak sebagai kuasa hukum mewakili beberapa perusahaan besar di Indonesia seperti PT Perkebunan Nusantara XIV Persero, Foster Parents Plan International, PT Siemens Telecomunication Project Office Makassar, dan berbagai perusahaan swasta maupun negeri lainnya.

    Juga aktif melayani kebutuhan hukum masyarakat dengan bertindak selaku pengacara swasta dalam berbagai lembaga bantuan hukum, Laica Marzuki juga turut andil dalam memajukan pendidikan hukum dengan aktif menjadi pengajar sekaligus pejabat akademik di beberapa universitas, termasuk almamaternya sendiri, Universitas Hasanuddin Makassar.

    Sempat memperdalam ilmu hukum melalui dua program pendek di pusat ilmu hukum dunia, Leiden dan Utrecht, Belanda, kepakaran hakim sekaligus penikmat karya sastra ini banyak dimanfaatkan pemerintah daerah setempat, baik sebagai kuasa hukum maupun berbagai kekhususan setingkat dewan pakar, seperti Pengarah, Penyusun dan atau Penasehat.

    Selalu berpedoman pada prinsipnya sendiri bahwa keadilan bagi rakyat kecil selalu bermakna keadilan bagi semua orang, tidak heran wujud konsistensi kinerja dan kepedulian Laica Marzuki membuat masyarakat mempercayakan jabatan tertinggi kehakiman Indonesia, Hakim Agung Mahkamah Agung pada 2000 silam. Tiga tahun menjabat posisi tersebut, dan berdasar rekomendasi Mahkamah Agung sendiri, Mohammad Laica Marzuki dilantik sebagai Hakim Konstitusi pada Mahkamah Konstitusi Indonesia.

    Sekitar 2012 lalu, nama Laica Marzuki sempat muncul dalam banyak lansiran media nasional Indonesia terkait masalah penghapusan penerapan poin 8 dan 10  Surat Keputusan Bersama Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) oleh Mahkamah Agung. Mengenai hal ini, Marzuki menyatakan butir Kode Etik dimaksud tidak bisa diuji materi dan tidak termasuk dalam perundang-undangan.

    Lanjutan penjelasan Marzuki menyebut tiga cacat Mahkamah Agung terkait putusan tersebut, mengadili kebijakan, mengadili pemohon yang tidak berstatus legal standing, dan, mengadili dirinya sendiri. Terkait cacat ketiga, mantan Hakim Agung ini menegaskan kembali bahwa tidak diijinkan sebuah lembaga yudikatif mengadili perkara yang terkait dan atau bersangkutan dengan institusinya sendiri.

    Riset dan analisis: Mochamad Nasrul Chotib

  • Pendidikan

    • S1 Fakultas Hukum dan Pengetahuan Masyarakat Universitas Hasanuddin Makassar (1972).
    • S2 FH Unhas tahun 1979.
    • S3 Universitas Padjadjaran Bandung (1995).

  • Karir

    • Pengatur hukum pada Kejaksaan Negeri di Sungguminasa.
    • Asisten luar biasa Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin.
    • Hakim Agung 2000-2003
    • Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi 2003-2008.
    • Staf ahli pada Kantor Badan Pengelola Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu Pare-Pare Sulawesi Selatan.
    • Anggota Dewan Pakar Tim Pengelola Studi dan Pengkajian Masalah HAM.

  • Penghargaan

Geser ke atas Berita Selanjutnya