Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Profil

Desmond Mpilo Tutu

Profil Desmond Mpilo Tutu | Merdeka.com

Desmond Mpilo Tutu adalah seorang teolog dan humanis yang berasal dari Afrika Selatan. Pria yang lahir di Klerksdorp, Transvaal, Afrika Selatan pada 7 Oktober 1931 ini juga merupakan seorang aktivis yang dikenal luas pada era 1980-an sebagai seorang penentang sistem pemisahan ras, atau lazim disebut dengan paham Apartheid, yang diterapkan oleh pemerintah kulit putih di Afrika Selatan

Tutu terlahir sebagai seorang anak dari sang ayah yang berprofesi sebagai guru sekolah dan ibu yang tidak sempat mengenyam bangku pendidikan. Anak kecil dengan takdir besar di pundak ini sempat melanjutkan pendidikan di sekolah tingkat atas terkenal milik kaum Bantu, Johannesburg, pada 1945-1950 sebelum memulai karir pertamanya sebagai pengajar di Pretoria Bantu Norm College saat masih berumur 19 tahun. 

Tutu dipilih dan ditahbiskan menjadi Uskup Agung berkulit hitam pertama di Gereja Anglikan, Cape Town, Afrika Selatan. Sebelumnya, peraih penghargaan Nobel bidang Perdamaian ini sempat melayani umat sebagai uskup di kota Lesotho dan Johannesburg. Dukungan terhadap pentasbihan Tutu mengalir dari berbagai kalangan dunia internasional termasuk Presiden Afrika Selatan, Nelson Mandela, sendiri yang memberikan penghargaan terhadap Desmond Tutu dengan menyebut Uskup Agung ini sebagai orang yang tidak pernah takut dan selamanya menjadi aspirasi bagi dari semua kelompok yang tertindas.

Dalam pandangan keuskupan Tutu sendiri, gereja memiliki peran penting sebagai model yang memastikan bahwa keadilan dan kedamaian telah ditegakkan. Karenanya, gereja juga memiliki peran kenabian sebagai penyuara kebenaran dan keadilan. Berdasar pahaman ini, Desmond Mpilo Tutu berani melancarkan kritik tajam terhadap kebijakan pemerintah Apartheid yang dianggap tidak adil. Dan sepanjang karir keuskupannya, Tutu bukan hanya telah bertindak sebagai serng teolog, melainkan juga humanis yang menolak tegas pandangan yang menilai seseorang berdasarkan warna kulit.

Meski resmi tercatat sebagai warga negara Afrika Selatan, Uskup Agung ini mendarma-baktikan seluruh tenaga dan pemikirannya demi kepentingan dunia internasional. Benar bahwa Tutu mendasarkan teologinya berdasarkan bahasa dan budaya Afrika Selatan serta, tentu saja, berdasarkan sudut pandang seorang penganut Anglikanisme. Namun, hal ini tidak berarti Tutu hanya mampu menjadi suara bagi warga kulit hitam di Afrika Selatan.

Dalam tulisannya mengenai “diabolical policy”, rohaniawan yang mendasari pandangannya pada Teologi Ubuntu atau kemanusiaan ini mengkritik keras kebijakan pemerintah Afrika Selatan dengan menyatakan alih-alih warga kulit hitam diberikan kesempatan untuk memilih dalam kehidupan, malah harus menderita di tanah mereka sendiri. Pandangan kemanusiaan yang sama dari penerima puluhan gelar Doktor Kehormatan ini membuat Tutu memilih merangkul, duduk bersama hingga bekerja (ber)sama 'warga aneh' dari berbagai belahan dunia: kaum terlantar akibat perang dan bencana, kaum gay dan lesbian, komunitas trans-gender, para penderita HIV dan atau 'masyarakat alien' lainnya.

Selama mengepalai Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi, Tutu telah merangkul semua orang, baik di Afrika Selatan maupun di penjuru dunia lain, untuk berperan serta dalam upaya mengungkap kebenaran dan rekonsiliasi. Rangkulan, ajakan, dorongan bahkan sindiran Uskup Agung Desmond Tutu terhadap dunia gamblang tergambar dari slogan Komisi tersebut, 'Kebenaran memang menyakitkan, tapi bergeming adalah pembunuhan'.

Riset dan analisis: Mochamad Nasrul Chotib - Desti Ayu Ruhiyati

Profil

  • Nama Lengkap

    Desmond Mpilo Tutu

  • Alias

    Desmond Tutu

  • Agama

  • Tempat Lahir

    Klerksdorp, Transvaal

  • Tanggal Lahir

    1931-10-07

  • Zodiak

    Balance

  • Warga Negara

    Afrika Selatan

  • Biografi

    Desmond Mpilo Tutu adalah seorang teolog dan humanis yang berasal dari Afrika Selatan. Pria yang lahir di Klerksdorp, Transvaal, Afrika Selatan pada 7 Oktober 1931 ini juga merupakan seorang aktivis yang dikenal luas pada era 1980-an sebagai seorang penentang sistem pemisahan ras, atau lazim disebut dengan paham Apartheid, yang diterapkan oleh pemerintah kulit putih di Afrika Selatan

    Tutu terlahir sebagai seorang anak dari sang ayah yang berprofesi sebagai guru sekolah dan ibu yang tidak sempat mengenyam bangku pendidikan. Anak kecil dengan takdir besar di pundak ini sempat melanjutkan pendidikan di sekolah tingkat atas terkenal milik kaum Bantu, Johannesburg, pada 1945-1950 sebelum memulai karir pertamanya sebagai pengajar di Pretoria Bantu Norm College saat masih berumur 19 tahun. 

    Tutu dipilih dan ditahbiskan menjadi Uskup Agung berkulit hitam pertama di Gereja Anglikan, Cape Town, Afrika Selatan. Sebelumnya, peraih penghargaan Nobel bidang Perdamaian ini sempat melayani umat sebagai uskup di kota Lesotho dan Johannesburg. Dukungan terhadap pentasbihan Tutu mengalir dari berbagai kalangan dunia internasional termasuk Presiden Afrika Selatan, Nelson Mandela, sendiri yang memberikan penghargaan terhadap Desmond Tutu dengan menyebut Uskup Agung ini sebagai orang yang tidak pernah takut dan selamanya menjadi aspirasi bagi dari semua kelompok yang tertindas.

    Dalam pandangan keuskupan Tutu sendiri, gereja memiliki peran penting sebagai model yang memastikan bahwa keadilan dan kedamaian telah ditegakkan. Karenanya, gereja juga memiliki peran kenabian sebagai penyuara kebenaran dan keadilan. Berdasar pahaman ini, Desmond Mpilo Tutu berani melancarkan kritik tajam terhadap kebijakan pemerintah Apartheid yang dianggap tidak adil. Dan sepanjang karir keuskupannya, Tutu bukan hanya telah bertindak sebagai serng teolog, melainkan juga humanis yang menolak tegas pandangan yang menilai seseorang berdasarkan warna kulit.

    Meski resmi tercatat sebagai warga negara Afrika Selatan, Uskup Agung ini mendarma-baktikan seluruh tenaga dan pemikirannya demi kepentingan dunia internasional. Benar bahwa Tutu mendasarkan teologinya berdasarkan bahasa dan budaya Afrika Selatan serta, tentu saja, berdasarkan sudut pandang seorang penganut Anglikanisme. Namun, hal ini tidak berarti Tutu hanya mampu menjadi suara bagi warga kulit hitam di Afrika Selatan.

    Dalam tulisannya mengenai “diabolical policy”, rohaniawan yang mendasari pandangannya pada Teologi Ubuntu atau kemanusiaan ini mengkritik keras kebijakan pemerintah Afrika Selatan dengan menyatakan alih-alih warga kulit hitam diberikan kesempatan untuk memilih dalam kehidupan, malah harus menderita di tanah mereka sendiri. Pandangan kemanusiaan yang sama dari penerima puluhan gelar Doktor Kehormatan ini membuat Tutu memilih merangkul, duduk bersama hingga bekerja (ber)sama 'warga aneh' dari berbagai belahan dunia: kaum terlantar akibat perang dan bencana, kaum gay dan lesbian, komunitas trans-gender, para penderita HIV dan atau 'masyarakat alien' lainnya.

    Selama mengepalai Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi, Tutu telah merangkul semua orang, baik di Afrika Selatan maupun di penjuru dunia lain, untuk berperan serta dalam upaya mengungkap kebenaran dan rekonsiliasi. Rangkulan, ajakan, dorongan bahkan sindiran Uskup Agung Desmond Tutu terhadap dunia gamblang tergambar dari slogan Komisi tersebut, 'Kebenaran memang menyakitkan, tapi bergeming adalah pembunuhan'.

    Riset dan analisis: Mochamad Nasrul Chotib - Desti Ayu Ruhiyati

  • Pendidikan

  • Karir

    • Staf pengajar, Pretoria Bantu Norm College
    • Aktivis kemanusiaan
    • Uskup untuk Lesotho
    • Uskup untuk Johannesburg
    • Uskup Agung untuk Gereja

  • Penghargaan

    • International Advocate for Peace Award, Cardozo School of Law, Amerika Serikat
    • Honorary Doctorate of Humane Letters, University of Pennsylvania, Philadelphia, Amerika Serikat
    • Honorary Doctorate of Humane Letters, Elon University, North Carolina, Amerika Serikat
    • Honorary Doctorate of Laws, Rhodes University, Afrika Selatan
    • Golden Plate Award, Academy of Achievement, Amerika Serikat, dan penghargaan lainnya.

Geser ke atas Berita Selanjutnya