Profil
José Ramos-Horta
Sosok mantan presiden negara Timor Timur yang mungkin lebih dikenal dengan Timor Leste ini bernama Jose Manuel Ramos-Horta. Horta sebelumnya berposisi sebagai Perdana Menteri pada tahun 2006.
Ia menjabat selama 4 tahun setelah Timor Leste menyatakan kemerdekaan dan keterlepasaan dari wilayah Indonesia. Timor Timur secara sah diakui oleh PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) berdiri sebagai sebuah negara dengan kesatuan dan kedaulatan yang independen pada Mei 2002.
Dalam perjuangan kemerdekaan Timor Timur, Ramos-Horta diakui sebagai salah satu tokoh yang paling berpengaruh berkat langkah-langkah diplomatis yang dilakukannya. Pada tahun 1996 pria yang lahir di Dili pada 26 Desember 1949 ini mendapatkan penghargaan Nobel perdamaian bersama seorang uskup bernama Carlos Felipe Ximenes Belo. Sebagai seorang tokoh reformasi Timor Timur, Ramos-Horta mengalami berbagai tantangan, kecaman, bahkan ancaman pembunuhan. Namun semua itu tidak membuatnya lantas menyerah untuk memperjuangkan negaranya.
Pada 1970 Ramos-Horta sempat dideportasi dari tanah kelahirannya di Dili oleh pihak Portugis yang kala itu masih memiliki kuasa di Timor akibat keterlibatannya dalam gerakan kemerdekaan Timor Timur. Selama masa pengasingan itu Ramos-Horta menetap dan menjalani hidupnya di beberapa negara seperti Belanda, Perancis dan Inggris.
Ramos-Horta memanfaatkan masa pembuangannya itu sebagai kesempatan untuk menuntut ilmu di berbagai universitas maupun institut. Pada 1983 Ramos-Horta menjalani masa studinya tentang hukum internasional di The Hague Academy of International Law di Belanda. Selain itu di tahun yang sama Ramos-Horta juga tercatat sebagai mahasiswa di International Institute of Human Rights di Strasbourg, Perancis.
Setahun setelahnya ia berhasil meraih gelar master dalam bidang studi diplomasi perdamaian dari Antioch University di Amerika Serikat. Hal tersebut merupakan hasil dari kerja keras dan kegigihan Horta dalam meraih pendidikan yang berguna baginya untuk memperjuangkan keyakinannya terhadap pembebasan Timor Leste.
Tahun 1975 hingga 1979 menjadi saat-saat yang paling menyedihkan bagi masyarakat Timor Leste kala itu, tak terkecuali Ramos-Horta. Ketika itu, kurang lebih 100.000 jiwa menjadi korban perang gerilya yang terjadi antara gerakan kemerdekaan Timor Timur dan tentara Indonesia.
Memang saat itu persengketaan dan isu-isu diskriminasi sempat beredar di masyarakat sehingga timbul berbagai wacana yang mengarah kepada pemisahan wilayah Timor menjadi sebuah negara tersendiri. Setelah dinyatakan merdeka oleh PBB, Xanana Gusmao tampil sebagai presiden pertama Timor Timur, sedangkan Ramos-Horta ditunjuk sebagai menlu. Pada 2006, Horta memegang jabatan sebagai Perdana Menteri, menggantikan Mari Alkatiri.
Hanya setahun berlangsung, Ramos-Horta berhasil mendapatkan tempat di hati masayarakat Timor Timur dan berhasil memenangkan pemilihan umum sebagai presiden hingga 20 Mei 2012 yang kemudian digantikan oleh Taur Matan Ruak.
Riset dan analisa oleh Bobby Reza S.