Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Profil

Goenawan Soesatyo Mohamad

Profil Goenawan Soesatyo Mohamad | Merdeka.com

Goenawan Soesatyo Mohamad atau yang lebih dikenal dengan Goenawan Mohamad adalah seorang jurnalis dan sastrawan yang kritis dan berwawasan luas. Tulisan Goenawan banyak mengangkat tema HAM, agama, demokrasi, korupsi, dan sebagainya.

Ketika kelas VI SD, Goenawan mengaku menyenangi acara puisi siaran RRI. Kemudian, kakaknya yang dokter (Kartono Mohamad, mantan Ketua Umum PB IDI) saat itu berlangganan majalah Kisah, asuhan H. B. Jassin. Goenawan mulai menulis sejak berusia 17 tahun, dan dua tahun kemudian menerjemahkan puisi penyair wanita Amerika, Emily Dickinson. Ia pernah menjadi Nieman fellow di Universitas Harvard dan menerima penghargaan Louis Lyons Award untuk kategori Consience in Journalism dari Nieman Foundation, 1997. Secara teratur, selain menulis kolom Catatan Pinggir untuk Majalah Tempo, ia juga menulis kolom untuk harian Mainichi Shimbun (Tokyo).

Goenawan bersama rekan-rekannya mendirikan Majalah Mingguan Tempo pada 1971, sebuah majalah yang mengusung karakter jurnalisme majalah Time. Di sana ia banyak menulis kolom tentang agenda-agenda politik di Indonesia. Jiwa kritisnya membawa dia untuk mengkritik rezim Soeharto yang pada waktu itu menekan pertumbuhan demokrasi di Indonesia. Tempo dianggap sebagai oposisi yang merugikan kepentingan pemerintah sehingga dihentikan penerbitannya pada 1994. Namun, setelah Soeharto lengser, Tempo kembali terbit dan melakukan banyak perubahan tanpa menurunkan kualitasnya.

Goenawan kemudian mendirikan Aliansi Jurnalis Independen (AJI), asosiasi jurnalis independen pertama di Indonesia. Ia juga turut mendirikan Institut Studi Arus Informasi (ISAI) yang bekerja mendokumentasikan kekerasan terhadap dunia pers Indonesia. ISAI juga memberikan pelatihan bagi para jurnalis tentang bagaimana membuat surat kabar yang profesional dan berbobot. Goenawan juga melakukan reorientasi terhadap majalah mingguan D&R, dari tabloid menjadi majalah politik.

Karya terbaru Goenawan adalah buku berjudul Tuhan dan Hal Hal yang Tak Selesai (2007), berisi 99 esai liris pendek, di mana edisi bahasa Inggrisnya berjudul On God and Other Unfinished Things diterjemahkan oleh Laksmi Pamuntjak. Hingga kini, selain menulis Goenawan juga banyak menghadiri konferensi baik sebagai pembicara, narasumber maupun peserta. Salah satunya, ia mengikuti konferensi yang diadakan di Gedung Putih pada 2001 di mana Bill Clinton dan Madeleine Albright menjadi tuan rumahnya.

Profil

  • Nama Lengkap

    Goenawan Soesatyo Mohamad

  • Alias

    Goenawan Mohamad | Goen | GM

  • Agama

    Islam

  • Tempat Lahir

    Karangasem, Batang, Jawa Tengah

  • Tanggal Lahir

    1941-07-29

  • Zodiak

    Leo

  • Warga Negara

    Indonesia

  • Istri

    Wirdati Djajadisastra

  • Biografi

    Goenawan Soesatyo Mohamad atau yang lebih dikenal dengan Goenawan Mohamad adalah seorang jurnalis dan sastrawan yang kritis dan berwawasan luas. Tulisan Goenawan banyak mengangkat tema HAM, agama, demokrasi, korupsi, dan sebagainya.

    Ketika kelas VI SD, Goenawan mengaku menyenangi acara puisi siaran RRI. Kemudian, kakaknya yang dokter (Kartono Mohamad, mantan Ketua Umum PB IDI) saat itu berlangganan majalah Kisah, asuhan H. B. Jassin. Goenawan mulai menulis sejak berusia 17 tahun, dan dua tahun kemudian menerjemahkan puisi penyair wanita Amerika, Emily Dickinson. Ia pernah menjadi Nieman fellow di Universitas Harvard dan menerima penghargaan Louis Lyons Award untuk kategori Consience in Journalism dari Nieman Foundation, 1997. Secara teratur, selain menulis kolom Catatan Pinggir untuk Majalah Tempo, ia juga menulis kolom untuk harian Mainichi Shimbun (Tokyo).

    Goenawan bersama rekan-rekannya mendirikan Majalah Mingguan Tempo pada 1971, sebuah majalah yang mengusung karakter jurnalisme majalah Time. Di sana ia banyak menulis kolom tentang agenda-agenda politik di Indonesia. Jiwa kritisnya membawa dia untuk mengkritik rezim Soeharto yang pada waktu itu menekan pertumbuhan demokrasi di Indonesia. Tempo dianggap sebagai oposisi yang merugikan kepentingan pemerintah sehingga dihentikan penerbitannya pada 1994. Namun, setelah Soeharto lengser, Tempo kembali terbit dan melakukan banyak perubahan tanpa menurunkan kualitasnya.

    Goenawan kemudian mendirikan Aliansi Jurnalis Independen (AJI), asosiasi jurnalis independen pertama di Indonesia. Ia juga turut mendirikan Institut Studi Arus Informasi (ISAI) yang bekerja mendokumentasikan kekerasan terhadap dunia pers Indonesia. ISAI juga memberikan pelatihan bagi para jurnalis tentang bagaimana membuat surat kabar yang profesional dan berbobot. Goenawan juga melakukan reorientasi terhadap majalah mingguan D&R, dari tabloid menjadi majalah politik.

    Karya terbaru Goenawan adalah buku berjudul Tuhan dan Hal Hal yang Tak Selesai (2007), berisi 99 esai liris pendek, di mana edisi bahasa Inggrisnya berjudul On God and Other Unfinished Things diterjemahkan oleh Laksmi Pamuntjak. Hingga kini, selain menulis Goenawan juga banyak menghadiri konferensi baik sebagai pembicara, narasumber maupun peserta. Salah satunya, ia mengikuti konferensi yang diadakan di Gedung Putih pada 2001 di mana Bill Clinton dan Madeleine Albright menjadi tuan rumahnya.

  • Pendidikan

    • SR Negeri Parakan Batang, (1953)
    • SMP Negeri II Pekalongan, (1956)
    • SMA Negeri Pekalongan, (1959)
    • Fakultas Psikologi UI Jakarta, (tidak selesai)

  • Karir

    • Redaktur Harian KAMI (1969-1970)
    • Redaktur Majalah Horison (1969-1974)
    • Pemimpin Redaksi Majalah Ekspres (1970-1971)
    • Pemimpin Redaksi Majalah Swasembada (1985)
    • Pemimpin Redaksi Majalah TEMPO (1971-1993 dan 1998-1999)

  • Penghargaan

    • Anugerah Hamengku Buwono IX bidang kebudayaan dari Universitas Gadjah Mada.
    • Penghargaan Professor Teeuw dari Leiden University Belanda (1992)
    • Louis Lyons dari Harvard University Amerika Serikat (1997)
    • Internasional Editor (International Editor of the Year Award) dari World Press Review, Amerika Serikat (Mei 1999)
    • Internasional dalam Kebebasan Pers (International Press Freedom Award) oleh Komite Pelindung Jurnalis (Committee to Protect Journalists) (1998)
    • Wertheim Award (2005)
    • Anugerah sastra Dan David Prize (2006)

Geser ke atas Berita Selanjutnya